Rabu, 13 November 2013

Penyusunan dan Pengembangan Alat Ukur Hasil Belajar

PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN ALAT UKUR HASIL BELAJAR

TES BENTUK URAIAN
1.  PENGERTIAN
            Menurut Anas Sudijono (2001:99), tes uraian (essay test) yang juga sering dikenal dengan istilah subyektif (subjective test), adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan berikut ini :
     Pertama, tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
     Kedua, bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya.
     Ketiga, jumlah soal butir umumnya terbatas yaitu berjisar antara lima sampai dengan sepuluh butir.
            Menurut M. Ngalim Purwanto (2002:35) yang dimaksud dengan tes essay ialah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, yang jawabannya merupakan karangan (essay) atau kalimat yang panjang-panjang. Panjang pendeknya kalimat atau jawaban tes itu relative, sesuai dengan kecakapan dan pengetahuan si penjawab. Tes essay merupakan bentuk penilaian yang paling dikenal dan banyak dipergunakan oleh guru-guru di sekolah dari dulu sampai sekarang. Karena tes essay memerlukan jawaban yang panjang dan waktu yang lama, biasanya soal-soal tes essay jumlahnya sangant terbatas, umumnya berjumlah disekitar lima samapai sepuluh soal (item) saja.

2.  JENIS/BENTUK
            Menurut Anas Sudijono (2001:100), tes uraian (essay) ini dapat dibedakan menjadi :
  • Tes uraian bentuk bebas atau terbuka, pada tes ini jawaban yang dikehendaki muncul dari testee sepenuhnya diserahkan kepada testee itu sendiri. Artinya testee mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian.
  • Adapun pada tes uraian pada bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee adalah jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).

Menurut Joesmani (1988:101), pada pokoknya soal essay dapat dibagi menjadi :
·         Pertanyaan dengan responsi terbatas.
Soal essay jenis ini membatasi isi dan bentuk jawaban siswa. Isi dibatasi dengan  skop materi/topik yang diajarkan, sedang bentuk dibatasi dengan pernyataan terdapat dalam soal.
Contoh :
1.      Buatlah dalam satu tabel kelebihan dan kekurangan soal obyektif
2.      Mengapa soal obyektif sangat baik untuk mengukur pengetahuan tentang fakta? Jelaskan dengan singkat !
Cara lain untuk membatasi isi dan bentuk jawaban siswa ialah dengan materi mengantar (instroductory material) seperti yang digunakan pada variasi soal obyektif .
Hanya soal berupa essay responsi terbatas dan siswa harus menjawab sesuai dengan yang terdapat pada materi pengantar.

·         Pertanyaan dengan responsi bebas.
Pengertian responsi bebas disini bukan response sekehendak siswa, tetapi dengan rentangan jawaban yang lebih luas. Siswa diberi kebebasan untuk memilih berbagai informasi/fakta yang dianggapnya relavan, mengorganisir jawaban berdasar pertimbangannya sendiri dan mengintergrasi serta menilai ide-ide yang dipandangnya memadai. Di sini siswa diberi kebebasan untuk mendemostrasikan kemampuannya dalam memilih, mengorganisir, menghubungkan mengintegrasikan dan menilai berbagai ide. Bahkan siswa di beri kebebasan untuk menampilkan pemikiran-pemikiran yang orisinil, dengan demkian keterampilan memformulasikan ide-ide dalam bentuk tulisan, penguasaan bahasa keluasan dan kedalaman pengetahuan sangat diperlukan. Karena itu sangat cocok untuk mengukur jenjang kemampuan yang lebih tinggi dan komplek.

3.  KEKUATAN DAN KELEMAHANNYA
     a.    Kekuatan
                 menurut Anas Sudijono (2001:102), kekuatan yang dimiliki oleh tes uraian adalah :
·        Pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
·        Dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi dikalangan testee.
·        Dalam penyusunan soal dapat diketahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan tingkat penguasaan testee dalam memahami materi yang ditanyakan dalam tes tersebut.
·        Testee akan dapat terdorong dan terbiasa untuk berani mengemukakan pendapat dengan menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang merupakan hasil olahannya sendiri.

Menurut M. Ngalim Purwanto (2002:38), kebaikannya antara lain :
·        Bagi guru, menyusun tes tersebut sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama.
·        Si penjawab mempunyai kebebasan dalam menjawab dan mengeluarkan isi hati atau buah pikirannya.
·        Melatih megeluarkan buah pikiran dalam bentuk kalimat atau bahasa yang teratur (melatih kreasi dan fantasi).
·        Lebih ekonomis, hemat karena tidak memerlukan kertas yang terlalu banyak untuk membuat soal tes, dapat didiktekan atau ditulis di papan tulis.


Menurut Joesmani (1988:103), kekuatan dari tes uraian ini adalah :
·        Soal essay dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa yang komplek yang tidak dapat di ukur dengan instrument lain, meskipun tidak semua kemampuan yang komplek itu mesti dapat diukur dengan soal essay.
·        Menyusun soal essay lebih mudah, pertanyaan-pertanyaan bersifat langsung, hingga anak lebih terbiasa karena sesuai dengan yang digunakan dalam proses belajar mengajar sehari-hari. Dengan demikian konstruksi soal lebih mudah dipahami oleh siswa.
·        Soal essay dalam bentuk pertanyaan dengan response bebas dapat melatih siswa untuk dapat mengintegrasikan, menerapakan informasi yang relavan sebagai latihan berfikir dalam memecahkan masalah.
·        Soal essay ini memungkinkan untuk melatih siswa menilai, mengkritik ide-ide yang ada, mengklasifikasikan kelebihan dan kekurangannya dapat mendorong siswa untuk dapat menampilkan ide-ide baru, pemikiran-pemikiran yang orisinil.
·        Karena penyusunan soal yang mudah maka soal essay menghemat waktu, demikian pula dalam pelaksanaannya. Persiapan penelenggaraan tes sangat mudah pula dengan demikian soal essay dengan mudah dapat dipergunakan oleh guru-guru yang belum banyak pengalaman.
·        Soal essay ini sangat berguna bagi guru-guru yang sibuk, karena dapat menghemat waktu.

b.         Kelemahan
Menurut Anas Sudijono (2001:103), adapun kelemahan-kelemahan dari tes essay ini adalah :
·        Kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan kepada testee, yang seharusnya diujikan dalam tes hasil belajar.
·        Cara mengkoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit.
·        Dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester lebih banyak bersifat subyektif.
·        Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan pada orang lain, sebab pada tes uraian orang yang paling tahu mengenai jawaban yang sempurna adalah penyusun tes itu sendiri.
·        Daya ketepatan mengukur (validitas)dan daya keajengan mengukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil belajar yang baik.

Menurut M. Ngalim Purwanto (2002:38), kelemahan dari tes essay ini adalah :
·        Tidak atau kurang dapat digunakan untuk mengetes pelajaran yang scope-nya luas atau banyak sehingga kurang dapat menilai isi pengetahuan siswa yang sebenarnya.
·        Kemungkinan jawaban yang heterogen sifatnya menyulitkan pengetes dalam menskornya.
·        Baik buruknya tulisan dan panjang pendeknya jawaban yang tidak sama mudah menimbulkan evaluasi dan penskoran (scoring)yang tidak atau kurang objektif.
·        Karakteristik pembuatan essay test yang berbeda-beda bagi setiap guru dapat menimbulkan salah pengertian bagi si penjawab (cara membuat pertanyaan dan tuntutan jawabannya, setiap guru berbeda-beda).

Menurut Joesmani (1988:104), kelemahan yang terdapat pada tes essay ini adalah :
·        Kekurangan yang paling menonjol adalah ketidakstabilan dalam scoring. Berbagai penelitian menunjukkan scoring dalam tes essay selalu menghasilkan skor yang berbeda untuk soal dan individu yang sama dengan waktu scoring yang berbeda. Demikian pula apabila korektor (scorer) berbeda.
·        Jumlah waktu yang diperlukan dalam scoring. Tiap-tiap jawaban siswa perlu dibaca lebih teliti oleh korektor. Bila jumlah peserta test cukup besar soal essai tidak mungkin dilaksanakan.
·        Terbatasnya sampel materi pengajaran yang dapat digunakan kemapuan siswa.

SARAN-SARAN DALAM MENGURANGI KELEMAHAN TERSEBUT ADALAH :
a.      Buatlah suatu garis besar (outline) jaawaban yang diharapkan dari siswa. Garis besar ini meliputi isi pokok jawaban dan bagian-bagian jawaban yang akan dinilai.
b.     Gunakan cara scoring yang tepat.
c.      Tentukan factor-faktor yang tidak relevan yang tidak termasuk dalam kemampuan yang akan diukur.
d.     Koreksilah satu soal untuk seluruh siswa sebelum melanjutkan ke soal berikutnya.
e.      Koreksilah jawaban siswa tanpa mengetahui namanya lebih dahulu.
f.      Bilamana diperlukan satu soal dikoreksi dua orang atau lebih.

SARAN-SARAN DALAM MENYUSUN SOAL ESSAY
  1. gunakan soal essay apabila kemampuan belajar siswa yang akan diukur tidak dapat diukurdengan soal objektif.
  2. Rumuskan secara jelas dalam soal kemampuan apa yang akan diukur.
  3. Soal ditanyakan dengan bahasa yang jelas dalam arti dapat/mudah dimengerti siswa.
  4. Untuk tiap-tiap soal guru perlu memperhitungkan alokasi waktu yang dipergunakan.
  5. Hindari penggunaan soal pilihan.


DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada
Joesmadi. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK
M. Ngalim Purwanto. 2002. Prinsip-prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

 

Kenakalan Remaja

KENAKALAN REMAJA
  1. Pengertian Kenakalan Remaja
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang individu mengalami pengalihan dari satu tahap ke tahap berikutnyadan mengalami perubahan, baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, dalam Sughiarta : 2013). Dalam masa peralihan ini, remaja lebih cenderung terpengaruh oleh faktor eksternal yang terkait dengan lingkungannya. Dengan ketidaksanggupan remaja menelaah dan memilah mana yang baik dan buruk, maka tak jarang diantaranya yang terjerumus kepada perilaku menyimpang dari norma, yang disebut kenakalan remaja.
Kenakalan Remaja sering diidentikkan dengan istilah juvenile delinquency. Juvenile berasal dari bahasa latin, berarti anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada masa remaja. Delinquent berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, dan lain-lain (Kartini, Kartono 2010: 6)
Sehingga juvenile deliquency berarti perilaku jahat, atau kejahatan- kenakalan anak muda, merupakan gejala (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk-bentuk perilaku menyimpang. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
  1. Batasan dan Bentuk- Bentuk Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja termasuk pada patologi sosial. Untuk batasan sendiri, kurang lebih sama dengan batasan pada patologi sosial, yaitu apabila semua perilaku tersebut menyimpang dan melanggar nilai dan norma sosial, maka hal tersebut merupakan gejala patologi sosial ditengah masyarakat.
Menurut Sunarwiyati (dalam Kristiana N: 2011), membagi kenakalan remaja menjadi tiga tingkatan:
a.       Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit,
b.      Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tanpa izin,
c.       Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkoba, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, dan lain-lain.
Sementara itu, Kartini Kartono (2010), menjelaskan bahwa perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu:
·         Kenakalan remaja terisolir,
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari kenakalan remaja. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut: 1) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan. 2) Kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifat yang memiliki subkultur kriminal. 3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi. 4) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Kenakalan remaja ini disebabkan karena faktor lingkungan terutama tidak adanya pendidikan kepada anak, sehingga anak cenderung bebas untuk melakukan sesuatu sesuai kehendaknya.
·         Kenakalan remaja neurotik,
Pada umumnya, kenakalan remaja tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah: 1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma, dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja. 2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan. 3) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu. 4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah. 5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan. 6) Motif kejahatannya berbeda-beda. 7) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).
·         Kenakalan remaja psikotik/ psikopatik
Kenakalan remaja ini pada tahap yang serius karena mengarah ke kriminal, dan sadisme. Kenakalan ini dipicu adanya perilaku turunan atau tingkah laku dari keluarga (orang tua) yang berbuat sadis, sehingga anaknya cenderung untuk meniru.
·         Kenakalan remaja defek moral,
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Kenakalan remaja defekmoral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif, dan sterilitas emosional.
C.    Faktor- Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Kartini, Kartono (2011: 9), motif yang mendorong remaja meakukan tindak kejahatan dan kedursilan itu antara lain:
1.      Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan,
2.      Meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual,
3.      Salah asuh atau salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya,
4.      Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru,
5.      Kecenderungan pembawaan yang patologis dan abnormal,
6.      Konflik bathin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.
Selanjutnya, beberapa penyebab kenakalan remaja dibedakan menjadi dua bagian:
1.      Faktor Internal
a.       Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi; a) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya, b) tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi karena remaja gagaal mencapaai padaa masa integrasi kedua.
b.      Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
2.      Faktor eksternal
a.       Kurang perhatian dari orang tua
Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja seperti keluarga yang broken-home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya, keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi remaja.
Perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu dorongan yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk kepribadian serta sikap remaja sehari-hari. Jadi perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b.      Minimnya pemahaman tentang keagamaan
Dalam masyarakat yang telah terlalu jauh dari agama, kemerosotan moral orang dewasa sudah lumrah terjadi. Kemerosotan moral, tingkah laku dan perbuatan – perbuatan orang dewasa yang tidak baik menjadi contoh atau tauladan bagi anak-anak dan remaja sehingga berdampak timbulnya kenakalan remaja.

c.       Pengaruh dari lingkungan sekitar
Di dalam kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran dan mengganggu ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan budaya barat atau pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhi untuk mencoba. Sebagaimana diketahui bahwa para remaja umumnya sangat senang dengan gaya hidup yang baru tanpa melihat faktor negatifnya, karena anggapan ketinggalan zaman jika tidak mengikutinya.
D.    Dampak Kenakalan Remaja bagi Pribadi dan Masyarakat
Sughiarta (2013), dampak kenakalan remaja diantaranya:
1.      Bagi diri remaja itu sendiri
Akibat dari kenakalan yang dilakukan oleh remaja akan berdampak bagi dirinya sendiri dan sangat merugikan baik fisik dan mental, walaupun perbuatan itu dapat memberikan suatu kenikmatan akan tetapi itu semua hanya kenikmatan sesaat saja. Dampak bagi fisik yaitu seringnya terserang berbagai penyakit karena gaya hidup yang tidak teratur. Sedangkan dampak bagi mental yaitu kenakalan remaja tersebut akan mengantarnya kepada mental-mental yang lembek, berfikir tidak stabil dan kepribadiannya akan terus menyimpang dari segi moral yang pada akhirnya akan menyalahi aturan etika dan estetika. Dan hal itu kan terus berlangsung selama remaja tersebut tidak memiliki orang yang membimbing dan mengarahkan.
2.      Bagi keluarga
Anak merupakan penerus keluarga yang nantinya dapat menjadi tulang punggung keluarga apabila orang tuanya tidak mampu lagi bekerja. Apabila remaja selaku anak dalam keluarga berkelakuan menyimpang dari ajaran agama, akan berakibat terjadi ketidakharmonisan di dalam kekuarga dan putusnya komunikasi antara orang tua dan anak. Pada akhirnya keluarga akan merasa malu dan kecewa atas apa yang telah dilakukan oleh remaja. Padahal kesemuanya itu dilakukan remaja hanya untuk melampiaskan rasa kekecewaannya terhadap apa yang terjadi dalam keluarganya.
3.      Bagi lingkungan masyarakat
Apabila remaja berbuat kesalahan dalam kehidupan masyarakat, dampaknya akan buruk bagi dirinya dan keluarga. Masyarakat akan menganggap bahwa remaja itu adalah tipe orang yang sering membuat keonaran, mabuk-mabukan ataupun mengganggu ketentraman masyarakat. Mereka dianggap anggota masyarakat yang memiliki moral rusak, dan pandangan masyarakat tentang sikap remaja tersebut akan jelek. Untuk merubah semuanya menjadi normal kembali membutuhkan waktu yang lama dan hati yang penuh keikhlasan.
E.     Usaha- Usaha Penanggulangan Kenakalan Remaja
Menurut Sughiarta (2013), semua masalah sosial yang melibatkan diri para remaja perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak mengingat bahwa remaja adalaah penerus generasi bangsa. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, antara lain:
1.      Peran orangtua
a.       Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak pranatal dan balita,
b.      Membekali anak dengan dasar dan moral agama,
c.       Mengerti komunikasi yang baikdan efektif antara orangtua dan anak,
d.      Menjalin kerjasama yang baik dengan guru,
e.       Menjadi tokoh panutan bagi anak, misal dengan menjaga lingkungan sehat,
f.       Menerapkan disiplin yang konsisten kepada anak,
g.      Hindarkan anak dari NAPZA, dan sebagainya.
2.      Peran guru
a.       Bersahabat dengan siswa,
b.      Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman,
c.       Memberikan keleluasan pada siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler,
d.      Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga,
e.       Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BK,
f.       Meningkatkan disiplin sekolah dan sanksi yang tegas,
g.      Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain,
h.      Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan polsek setempat,
i.        Mewaspadai adanya provokator,
j.        Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah, dan sebagainya.

Usaha penanggulangan kenakalan remaja dapat dibedakan menjadi usaha yang bersifat preventif (pencegahan) dan kuratif (pengentasan). Menurut Kartini Kartono (2010: 95-97), diantaranya adalah:
1.      Tindakan preventif, diataranya:
a.       Meningkatkan kesejahteraan keluarga,
b.      Perbaikan lingkungan menjadi lebih baik dan kondusif,
c.       Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkahlaku dan membantu remaja dari kesulitan mereka,
d.      Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja,
e.       Membentuk badan kesejahteraan anak-anak,
f.       Mengadakan panti asuhan,
g.      Mengadakan lembaga reformatif untuk memberikan latihan korektif, pengoreksian, dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan,
h.      Membuat badan supervisi dan pengontrol terhadap kegiatan anak delinquen, disertai program yang korektif,
i.        Mengadakan pengadilan anak,
j.        Menyusun undang-undang khusus untuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh anak dan remaja,
k.      Mendirikan sekolah bagi anak gembel (gelandangan),
l.        Mengadakan rumah tahann khusus untuk anak dan remaja,
m.    Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak manusisawi diantara para remaja delinquen dengan masyarakat luar, diskusi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemahaman kita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri remaja.
n.      Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreatifitas para remaja delinquen dan non delinquen. Misalnya berupa latihan vokasional, latihan hidup bermasyarakat, dan lain-lain.
2.      Tindakan Kuratif, diantaranya:
a.       Menghilangkan semuia sebab-sebab timbulnya kejahatan remaja, baik yang bersifat pribadi familial, sosial ekonomis, dan kultural,
b.      Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orangtua angkat/asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja,
c.       Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ketengah lingkungan sosial yang baik,
d.      Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin,
e.       Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dan disiplin tinggi,
f.       Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinquen itu bagi pasaran kerja dan hidup ditengah masyarakat,
g.      Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan,
h.      Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya, memberikan pengobatan medis dan terapi psikoanalisis bagi mereka yang menderita gangguan kejiwaan.





KEPUSTAKAAN
Kartini, Kartono. 2010. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kristiana, N. 2010. Kenakalan Remaja (makalah). Yogyakarta: Univ. Sarjanawiyata Taman Siswa (online).  
Sughiarta. 2013. Kenakalan Remaja, diakses melalui http://sughiarta.wordpress.com, pada 19 September 2013.